Keutamaan Puasa Arafah

Selamat Malam, bahan kali ini wacana pengertian puasa arafah, hukum dasar puasa arafah, keutamaan puasa arafah dan waktu pelaksanaan puasa arafah. akan dibahas dalam artikel bahan di bawah ini, selamat belajar.


1. Pengertian Puasa 'Arafah

Shaum (BahasaArab: صوم, transliterasi: Sauwm) secara bahasa artinya menahan atau mencegah. Menurut syariat agama Islam artinya menahan diri dari makan dan minum serta segala perbuatanyang mampu membatalkan puasa, mulai dari terbit fajar hinggalah terbenam matahari, dengan syarat tertentu, untuk meningkatkan ketakwaan seorang muslim. Puasa 'Arafah adalah puasa pada Hari Arafah, yaituhari kesembilan dari bulan Dzulhijjah. Puasa ini sangat dianjurkan bagi umat muslim yang tidak pergi haji, karena sebagaimana dikatakan dalam sekian banyak hadits, puasa 'arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun. 

Hari Arafah adalah hari di mana Tuhan menyempurnakan Islam dan menyempurnakannikmat-Nya ketika itu. Hari Arafah yakni hari haji Akbar menurut  mayoritas salaf. Hari Arafah juga yakni hari istimewa bagi umat ini.

Anas bin Malik pernah mengatakan, “Hari Arafah lebih utama dari 10.000 hari-hari lainnya.”[1]. Siapa saja yang berpuasa ketika itu akan menerima ampunan dosa (yaitu dosa kecil) untuk dua tahun.

Mengenai hari Arafah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا مِنْ يَوْمٍ أَكْثَرَ مِنْ أَنْ يُعْتِقَ اللَّهُ فِيهِ عَبْدًا مِنَ النَّارِ مِنْ يَوْمِ عَرَفَةَ وَإِنَّهُ لَيَدْنُو ثُمَّ يُبَاهِى بِهِمُ الْمَلاَئِكَةَ فَيَقُولُ مَا أَرَادَ هَؤُلاَءِ

“Di antara hari yang Tuhan banyak membebaskan seseorang dari neraka yakni hari Arafah. Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat. Kemudian Tuhan berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?”[2].
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arafah yakni hari pembebasan dari api neraka. Pada hari itu, Tuhan akan membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arafah dan penduduk negeri kaum muslimin yang tidak melakukan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah hari Arafah –yaitu hari Idul Adha- yakni hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan menerima pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arafah.”[3].

2. Hadits Keutamaan Puasa 'Arafah

1. Dari Abu Qatadah r.a., bahwa Rasulullah saw. bersabda:   صوم يوم عرفة ،يكفر سنتين ،ماضية ومستقبلة ،ويوم يوم عاشرا ء يكفر سنة ماضية  "Puasa pada hari 'Arafah dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, yaitu tahun yang berlalu dan tahun yang akan datang. Dan puasa hari 'Asyura menghapuskan dosa tahun yang lalu.  (H.R.Jama'ah kecuali bukhari dan Turmudzi).
2. Diterima dari Hafsah, katanya: "Ada empat perkara yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah saw.: Puasa 'Asyura, puasa sepertiga bulan - yakni bulan Dzulhijjah - puasa tiga hari dari tiap bulan, dan shalat dua raka'at sebelum shubuh." (H.R. Ahmad dan Nasa'i).
3.  Diterima dari Uqbah bin 'Amir, bahwa Rasulullah saw. bersabda: وم عرفة ،ويوم النحر ،وايام التسريق ،عيدنا أهل الإسلام  - وهي أيام أكل وشرب  "Hari 'Arafah, hari qurban dan hari Tasyrik yakni hari raya kita penganut Islam, dan hari-hari itu yakni hari makan minum. (Diriwayatkan oleh yang berlima kecuali Ibnu Majah, dan dinyatakn sah oleh Turmidzi).   
4. Diterima dari Abu Hurairah r.a., katanya: نهى رسول الله عن صوم يوم عرفة بعرفات "Rasulullah saw. melarang berpuasa pada hari 'Arafah di 'Arafah. (H.R.Ahmad, Abu Daud, Nasa'i dan Ibnu Majah). Berkata Timidzi: "Para ulama memandang sunat berpuasa pada hari 'Arafah kecuali bila berada di 'Arafah.
5.  Diterima dari Ummul Fadhal, katanya: "Mereka merasa bimbangmengenai puasa Nabi saw. di 'Arafah, lalu saya kirimi susu, maka diminumnya, sedang ketika itu ia berkhotbah di depan insan di 'Arafah. (Disepakati oleh Bukhari dan Muslim).

3. Waktu Puasa Arafah

Jika permulaan datangnya bulan Ramadhan dan 'Iedul Fitri pelaksanaanya sering berbeda-beda karena perbedaan metode dalam menentukan munculnya hilal (bulan sabit), dengan apakah anutan pelaksanaan puasa 'Arafah dan 'Iedul 'Adha ?
  1. Pada ketika jama'ah haji wukuf. Dari sekian banyak hadits wacana puasa 'Arafah terdapat dalil dan hujjah yang sangat besar lengan berkuasa wacana waktu puasa Arafah, yaitu pada hari Arafah ketika insan wuquf di Arafah.
  2. Berkiblat pada hari wukuf di Saudi. Karena puasa Arafah ini terkait dengan waktu dan tempat. Bukan dengan waktu saja ibarat umumnya puasa-puasa yang lain. Oleh karena puasa Arafah itu terkait dengan tempat, sedangkan Arafah hanya ada di satu daerah yaitu di Saudi Arabia di akrab kota Makkah bukan di Indonesia atau di negeri-negeri yang lainnya, maka waktu puasa Arafah yakni ketika kaum muslimin wuquf di Arafah.
  3. Patokannya Tempat (wukuf). Maka, jikalau pada pelaksanaan ibadah haji wuquf jatuh pada -misalanya- hari Rabu, maka kaum muslimin di Indonesia dan di seluruh negeri puasa Arafahnya pada hari Rabu dan ‘Iedul Adha-nya pada hari Kamis. Bukan sesudahnya, yakni puasanya pada hari kamis dan ‘iednya pada hari Jum’at, dengan alasan mengikuti ru’yah di negeri masing-masing ibarat halnya bulan Ramadhan dan ‘Iedul Fithri.(?)
  4. Dalil dari hadits. Pendapat mengikuti ru'yah di negeri masing-masing sangatlah bathil, dikarenakan telah menyalahi ketegasan hadits di atas, di mana Rasulullah saw. di tanya wacana puasa pada hari Arafah, yakni pada hari ketika insan wuquf di Arafah. Adapun hari sesudahnya bukan hari Arafah lagi tetapi hari ‘Ied, dan lusanya bukan hari ‘Ied lagi tetapi hari Tasyrik.
  5. Tidak dibutuhkan qiyas. Hujjah di atas lebih lemah. Karena telah mempergunakan qiyas ketika nash telah ada. Kaidah fiqqiyyah mengatakan, “Apabila nash telah datang, maka batallah segala pendapat.”  

Demikian bahan wacana puasa arafah, supaya bermanfaat
Wallahu a'lam.

Sumber: 
Fikih Sunnah 3, Sayyid Saabiq. 
Moslemsunnah.wordpress.com, telah diedit untuk keselarasan.     
http://muslim.or.id/tazkiyatun-nufus/sebab-mendapatkan-ampunan-di-hari-arafah.html
***
[1] Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 489, Al Maktab Al Islamiy, cetakan pertama, tahun 1428 H.
[2] HR. Muslim no. 1348, dari ‘Aisyah.

[3] Latho-if Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 482.  

Komentar

Postingan populer dari blog ini

20 sifat wajib dan mustahil bagi allah

Watak-watake Punakawan Bahasa Jawa

Cara Mencangkok, Menempel dan Menyambung Tanaman