Proses-proses dalam Membatik

Dalam Wikipedia Batik yakni kain bergambar yang pembuatannya secara khusus dengan menuliskan atau menerakan malam pada kain itu, kemudian pengolahannya diproses dengan cara tertentu yang memiliki kekhasan.[1] Batik Indonesia, sebagai keseluruhan teknik, teknologi, serta pengembangan motif dan budaya yang terkait, oleh UNESCO telah ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity) semenjak 2 Oktober 2009.
Proses-proses dalam Membatik
Proses-proses dalam Membatik

Proses dalam Membatik

#Persiapan Membatik

Sebelum membatik, ada beberapa alat dan perlengkapan yang perlu dipersiapkan, diantaranya adalah:

  • Keren 

(=anglo, atau mampu juga pakai kompor kecil) beserta wajan yang sudah diisi dengan malam

Malam dicairkan di dalam wajan di atas anglo. Pencairan harus sempurna, hingga malam berwarna tua. Hal ini dimaksudkan semoga malam mampu lancar keluar melalui cucuk canting dan malam dapat meresap dengan tepat ke dalam mori. Api dalam anglo harus dijaga semoga tetap membara, namun jangan hingga menyala karena mampu menjilat malam yang berada di dalam wajan.

  •  Canting

Canting digunakan untuk menutupi kain dengan lapisan malam. Tujuannya semoga pada ketika pewarnaan kain yang tertutup lapisan malam ini tidak terkena warna.
Ada banyak sekali macam canting yang dibutuhkan dalam proses mencanting. Ada canting “klowongan”, canting “isen”, canting “cecekan”, canting “tembokan”, dsb. Dalam mengoperasikannya, perlu diperhatikan cara memegangnya. Cara memegang canting berbeda dengan cara memegang pensil atau ballpen. Perbedaan itu disebabkan karena ujung cucuk canting bentuknya melengkung dan berpipa besar, sementara pensil atau ballpen lurus.
Dengan canting ini, malam mendidih yang berada di dalam wajan diciduk dan dibatikkan di atas mori. Sebelum dibatikkan, sebaiknya mori ditiup terlebih dahulu dengan maksud untuk menghilangkan cairan malam yang membasahi cucuk canting. Cucuk canting yang berlumuran cairan malam akan mengurangi baiknya goresan, terutama ketika permukaan canting diproseskan pada mori.

  •  Mori

Sebelum dibatik, mori perlu melewati proses “mordanting”. Mori direndam dulu dengan cairan mordan. Tujuannya yakni untuk menghilangkan kanji serta lemak-lemak yang menempel pada kain. Setelah selesai direndam, mori dijemur hingga kering.
Kemudian mori diletakkan di atas gawangan bersahabat anglo. Pembatik duduk di antara gawangan dan keren atau anglo. Biasanya, gawangan ditempatkan di sebelah kiri, sementara anglo ditempatkan di sebelah kanan pembatik.
.

#Tahapan Mencanting

Dalam menghasilkan kain batik, sepotong mori dikerjakan tahap demi tahap. Tiap tahap dapat dikerjakan oleh orang yang berbeda, namun tidak dapat dikerjakan beberapa orang dalam waktu yang bersamaan.

  • Membuat pola

Pola dibuat dengan pensil. Pola mampu berupa gambar-gambar yang pribadi mampu dicanting, namun mampu juga berupa garis geometris (misalnya untuk motif kawung, maka yang dibuat hanya garis-garis kotak-kotaknya saja). Dalam membuat pola, gambar mampu pribadi digambarkan pada kain atau di-blad (menggambar dari contoh yang ada di sebalik kain).

  •  Membatik Kerangka

Dari contoh yang sudah dibuat dengan pensil tadi, pembatik membuat kerangka dengan menggunakan malam cair. Canting yang dipergunakan yakni canting cucuk sedang atau canting klowongan. Mori yang sudah dibatik seluruhnya akan memunculkan gambar berupa kerangka, disebut juga sebagai “klowongan”.

  •  Ngisen-iseni

Ngisen-iseni berasal dari kata “isi”, yaitu memberi isi atau mengisi “klowongan” tadi. Ngisen-iseni dengan mempergunakan canting cucuk kecil yang disebut sebagai canting isen. Aktivitas selanjutnya yakni “nyeceki”. “Nyeceki” mempergunakan canting cecekan, karenanya berjulukan “cecekan”. Batikan yang lengkap dengan isen-isen disebut sebagai “reng-rengan”. Karena namanya “reng-rengan”, maka acara membatik dalam memberikan isen-isen sejak awal hingga selesai disebut sebagai “ngengreng”. Setelah “ngengreng” selesai, keseluruhan motif yang dikehendaki mampu terlihat. Hal ini merupakan penyelesaian yang pertama.

  •  Nerusi

“Nerusi” berasal dari kata meneruskan. Fungsinya untuk mempertebal dan memperjelas tembusan batikan pertama. Aktivitas ini merupakan penyelesaian yang kedua. Batikan berupa “ngengrengan” dibalik permukaannya. Permukaan di sebaliknya kain ini kemudian dicanting. Sebenarnya acara ini tidak berbeda dengan “membatik kerangka”, hanya saja dilakukan di sebaliknya kain yang sudah dicanting. Canting-canting yang dipergunakan sama dengan canting untuk ngengreng.

  •  Nembok

Sebuah batikan tidak seluruhnya diberi warna, atau akan diberi warna yang bermacam-macam pada waktu penyelesaian menjadi kain. Karena itu, bagian-bagian yang tidak akan diberi warna (atau akan diberi warna sesudah adegan yang lain) harus ditutup dengan malam. Cara menutupnya menyerupai cara membatik adegan lain dengan mempergunakan canting tembokan. Canting trembokan bercucuk besar. Orang yang mengerjakannya disebut “nembok” atau “nemboki”dan karenanya disebut “nembokan”.

  • Bliriki

Bliriki yakni nerusi tembokan semoga bagian-bagian itu tertutup sungguh-sungguh. Bliriki mempergunakan canting tembokan dan caranya menyerupai nemboki. Apabila tahap terakhir ini sudah selesai, berarti proses membatik selesai juga. Hasil bliriki disebut “blirikan” atau “tembokan”. Kadang-kadang batikan tidak perlu ditembok. Apabila pilihannya menyerupai ini maka batikan sudah selesai sebelum ditembok dan dibliriki. Selanjutnya, mampu dilanjutkan dengan proses pewarnaan.

#Proses Pewarnaan

Dalam proses ini kain yang sudah dibatik diberi warna. Bagian yang tertutup malam nantinya akan tetap berwarna menyerupai semula (putih) dan yang tidak tertutup malam akan terwarnai. Ada 2 jenis zat warna yang mampu dipilih dalam proses pewarnaan ini, yaitu zat warna alam dan zat warna sintetis. Proses pewarnaan terbagi dalam beberapa tahap dan harus dikerjakan secara urut.

  • Perendaman dengan cairan naptol

Sebelum diberi warna kain perlu direndam dulu dengan cairan naptol semoga warna mampu menempel dengan sempurna.

  • Pemberian warna

Kain dimasukkan dalam zat warna (alam/sintetis) sambil dibolak-balik supaya rata, kemudian didiamkan selama 15 menit. Setelah itu kain diangkat, diangin-anginkan dengan cara kain dibentang pada tali/tambang di kawasan yang teduh dan dijepit. Pada pewarnaan alami, setelah kain kering pencelupan diulang minimal 3 kali.

  • Proses Penguncian (fiksasi)

Dalam proses ini warna akan dikunci. Ada 3 pilihan materi untuk proses penguncian ini, yaitu air kapur (warna akan cenderung lebih tua), tawas (warna akan cenderung lebih muda), dan tunjung (warna akan cenderung lebih tua/pekat). Bahan-bahan tersebut menunjukkan efek warna yang berbeda-beda meskipun zat warna yang digunakan sama. Cara mengunci: kain yang sudah diberi warna direndam dalam cairan dari salah satu materi tersebut selama 10 menit, kemudian dicuci bersih dan dikeringkan dengan cara diangin-angin.

  • Nglorod

Menghilangkan lilin secara keseluruhan pada selesai proses pembuatan batik disebut mbabarngebyok, atau nglorod. Caranyakain yang sudah dibatik direndam terlebih dahulu kemudian dimasukkan dalam air mendidih yang sudah diberi obat pembantu berupa waterglass atau soda abu. Setelah itu, kain batik dikeringkan dengan cara diangin-angin.

Proses-proses di atas hanya untuk penggunaan 1 warna saja. Kebanyakan kain batik memakai lebih dari 1 warna. Untuk setiap pewarnaan, perlu diulang prosesnya dari mencanting (mulai dari “membatik kerangka”, namun adegan yang ditutup dengan cairan malam berbeda tergantung adegan mana yang diinginkan tidak terkena warna itu) hingga “nglorod”.

Sumber:
  • Modul Praktek Membatik untuk Mahasiswa Pendidikan Kewarganegaraan UPN “Veteran” Yogyakarta: Mentranslasikan Cinta Budaya melalui Belajar Batik. Disusun oleh Tim KUBe Sekar Kedhaton, Giriloyo dan Laboratorium Pengembangan Ekonomi Manajemen UPN “Veteran” Yogyakarta.
  • https://putrikawung.wordpress.com/2012/08/12/proses-membatik/.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

20 sifat wajib dan mustahil bagi allah

Watak-watake Punakawan Bahasa Jawa

Cara Mencangkok, Menempel dan Menyambung Tanaman