Nama-nama Istri Nabi Muhammad SAW
Istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah wanita-wanita mulia di dunia dan di akhirat. Mereka akan tetap mendampingi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga di surga kelak. Mereka juga merupakan ibu dari orang-orang yang beriman, sebab itu sebutan ummul mukminin senantiasa disematkan di nama-nama mereka. Allah Ta’ala berfirman,
النَّبِيُّ أَوْلَىٰ بِالْمُؤْمِنِينَ مِنْ أَنْفُسِهِمْ ۖ وَأَزْوَاجُهُ أُمَّهَاتُهُمْ
“Nabi itu (hendaknya) lebih utama bagi orang-orang mukmin dari diri mereka sendiri dan isteri-isterinya yaitu ibu-ibu mereka…” (QS. Al-Ahzab: 6).
Jika istri-istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ibu orang-orang yang beriman, alangkah ironisnya ketika orang-orang mukmin tidak mengenal ibu mereka sendiri. Berikut ini yaitu profil singkat dari 11 istri Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
1 Khadijah binti Khuwailid.
Ummul mukminin Khadijah radhiallahu ‘anha adalah wanita Quraisy yang terkenal dengan kemualiaannya, baik dari sisi nasab maupun akhlaknya. Nasabnya bertemu dengan Nabi pada kakek kelima, sebab itu ia yaitu istri Nabi yang memiliki kekerabatan paling dekat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Dilahirkan pada tahun 68 sebelum hijrah, ibunda Khadijah sempat mengalami fase jahiliyah namun hal itu tidak menghipnotis perangai dan kepribadiannya yang mulia. Ia yaitu wanita pertama, bahkan orang pertama yang beriman kepada kerasulan sang suami, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tidak ada sedikit pun kalimat-kalimat penolakan, mendustakan risalah, atau yang membuat Nabi sedih. Di saat-saat berat awal mendapatkan wahyu, Khadijah selalu menyemangati dan menguatkan sang suami.
Saat berusia 4o tahun, Khadijah dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Pernikahan itu terjadi pada tahun 25 sebelum hijrah dan dikala itu sang suami pun genap berusia 25 tahun. Rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 25 tahun. Dan keduanya dianugerahi 6 orang anak; 2 laki-laki dan 4 perempuan. Mereka yaitu Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayyah, Ummu Qultsum, dan Fatimah.
Ummul mukminin, Khadijah radhiallahu ‘anha wafat pada usia 65 tahun, 3 tahun sebelum hijrahnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah.
2 Saudah binti Zam’ah
Saudah binti Zam’ah yaitu seorang wanita Quraisy dari Bani ‘Amir. Sebagian sejarawan menyatakan tidak ada catatan yang mampu dijadikan tumpuan besar lengan berkuasa mengenai tahun kelahiran beliau. Ummul mukmini Saudah binti Zam’ah radhiallahu ‘anha yaitu janda dari sobat as-Sakran bin Amr radhiallahu ‘anhu. Bersama as-Sakran ia memiliki 5 orang anak.
Karena itu tidak diketahui pula usianya dikala menikah dengan Nabi dan berapa tahun usianya dikala wafat. Namun ada yang mengatakan bahwa usinya dikala menikah dengan Nabi yaitu 55 tahun. Ibunda Saudah dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat 3 tahun sebelum hijrah.
Pernikahan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Saudah binti Zam’ah yaitu bantahan yang telak bagi orang-orang yang menuduh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tuduhan keji terkait relasi ia dengan wanita. Saat Nabi tengah dirundung sedih sebab wafat Khadijah sang istri tercinta, Khoulah binti Hakim datang menyarankan biar ia menikah. Khoulah mengajukan dua nama Saudah atau Aisyah. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih Saudah binti Zam’ah. Beliau memilih wanita yang renta usianya dibanding Aisyah yang masih muda. Setelah kesepakatan nikah itu berusia 3 tahun lebih barulah Nabi menikahi Aisyah. Kalau tuduhan orang-orang yang dengki terhadap Islam itu benar, niscaya ia lebih mengutamakan wanita-wanita muda dan gadis untuk dijadikan pedamping ia setelah Khadijah.
Ummul mukminin Saudah binti Zam’ah wafat di selesai pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 54 H.
3 Aisyah binti Abu Bakar
Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling dikenal oleh umatnya yaitu Aisyah radhiallahu ‘anha. Ummul mukminin Aisyah memiliki banyak keistimewaan yang tidak dimiliki oleh ummahatul mukminin yang lain. Di antaranya, dialah satu-satunya istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang Tuhan turunkan wahyu dari atas langit ketujuh untuk membela kehormatannya. Bukan satu atau dua ayat, tapi Tuhan firmankan 10 ayat (QS. An-Nur: 11-20) yang membela kehormatan Aisyah radhiallahu ‘anha dan terus-menerus dibaca hingga hari kiamat. Menodai kehormatan Aisyah sama saja mengingkari Alquran. Oleh sebab itu, para ulama memvonis kafir orang-orang yang merendahkan kehormatan Aisyah radhiallahu ‘anha.
Ummul mukminin Aisyah radhiallahu ‘anha dilahirkan pada tahun ke-7 sebelum hijrah. Ia yaitu seorang wanita Quraisy putri dari laki-laki yang paling mulia setelah para nabi dan rasul, yaitu Abu Bakar ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhu dan ibunya yaitu Ummu Ruman radhiallahu ‘anha.
Sebelum menikahi Aisyah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihatnya 3 malam berturut-turut dalam mimpinya dan mimpi Nabi yaitu wahyu. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menuturkan mimpinya,
رأيتُك في المنام ثلاث ليال ، جاء بك الملك في سرقة من حرير، فيقول : هذه امرأتك فأكشف عن وجهك فإذا أنت فيه، فأقول : إن يك هذا من عند الله يُمضه
“Aku melihatmu (Aisyah) dalam mimpiku selama tiga malam. Malaikat datang membawamu dengan mengenakan pakaian sutra putih. Malaikat itu berkata, ‘Ini yaitu istrimu’. Lalu kusingkapkan penutup wajahmu, ternyata itu yaitu dirimu. Aku bergumam, ‘Seandainya mimpi ini datangnya dari Allah, pasti Dia akan menjadikannya nyata’. (HR. Bukhari dan Muslim).
Jadi, Nabi menikahi Aisyah yaitu perintah dari Tuhan Ta’ala.
Aisyah dinikahi Rasulullah dikala berusia 9 (terhitung semenjak Rasulullah bercampur dengan Aisyah) tahun dan rumah tangga yang suci ini berlangsung selama 9 tahun pula. Aisyah menuturkan,
تزوجني رسول الله صلى الله عليه وسلم لست سنين ، وبنى بي وأنا بنت تسع سنين
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku dikala saya berusia 6 tahun dan berumah tangga bersamaku (menggauliku) dikala saya berusia 9 tahun.” (Muttafaq’ alaihi).
Umur Aisyah yang sangat dini menjadi polemik di masa kini. Karena orang-orang sekarang menimbang masa lalu dengan beling mata masa kini. Padahal tidak ada satu pun orang-orang kafir Quraisy, Abu Jahal dkk., mencela kesepakatan nikah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengna Aisyah. Kita ketahui orang-orang kafir Quraisy mengerahkan segala cara untuk menjatuhkan kedudukan Rasulullah, hingga fitnah yang di luar logika pun akan mereka lakukan demi rusaknya imge Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah manusia. Mereka menyebut ia pendusta dan tukang sihir setelah mereka sendiri menggelarinya al-amin. Artinya, logika Abu Jahal dkk. tidak terpikir untuk mencela Rasulullah yang menikahi Aisyah yang masih sangat muda.
Salah satu pesan tersirat dari kesepakatan nikah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Aisyah radhiallahu ‘anha yaitu menghapus anggapan orang-orang terdahulu yang menjadi norma yang berlaku di antara mereka yaitu ketika seseorang sudah dekat dekat, maka status mereka layaknya saudara kandung dan berlaku hukum-hukum saudara kandung. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah sobat dekat. Ketika Rasulullah hendak menikahi Aisyah, Abu Bakar sempat mempertanyakannya, sebab ia merasa apakah yang demikian dihalalkan.
عن عروة أن النبي صلى الله عليه وسلم خطب عائشة إلى أبي بكر فقال له أبو بكر: إنما أنا أخوك، فقال: أنت أخي في دين الله وكتابه وهي لي حلال.
Dari Aurah, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dating kepada Abu Bakar untuk melamar Aisyah. Lalu Abu Bakar berkata, ‘Sesungguhnya saya ini saudaramu’. Nabi menjawab, ‘Iya, engkau saudaraku dalam agama Tuhan Allah dan Kitab-Nya dan ia (anak perempuanmu) itu halal bagiku’.” (HR. Bukhari).
Rasulullah hendak memutus kesalahpahaman ini dan mengajarkan hukum yang benar yang berlaku hingga hari selesai zaman kelak.
Saat ibunda Aisyah radhiallahu ‘anhu berusia 18 tahun, di pangkuannya, sang suami tercinta wafat meninggalkannya untuk selamanya. Dan dikala berusia 65 tahun ia pun gres menyusul sang kekasih pujaan hati. Dengan demikian, selama 47 tahun Aisyah hidup sendiri tanpa suami.
baca juga: Perbedaan antara Nabi dan Rasul
baca juga: Perbedaan antara Nabi dan Rasul
4 Hafshah binti Umar bin al-Khattab.
Wanita Quraisy berikutnya yang merupakan ibu dari orang-orang yang beriman yaitu Hafshah putri dari Umar al-faruq. Hafshah dilahirkan pada tahun ke-18 sebelum hijrah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, Hafshah yaitu istri dari pendekar Perang Badar, Khunais bin Khudzafah as-Sahmi radhiallahu ‘anhu. Bersama Khunais, Hafshah mengalami dua kali hijrah, ke Habasyah lalu ke Madinah. Khunais radhiallahu ‘anhu wafat sebab luka yang ia derita dikala Perang Badar.
Setelah Khunais radhiallahu ‘anhu wafat, Umar berusaha mencarikan laki-laki terbaik untuk menjadi suami putrinya ini. Ia mendatangi Abu Bakar dan Utsman, namun keduanya bukanlah jodoh bagi anak perempuannya. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam meminang Hafshah. Betapa bahagianya Umar, selain menjadi sobat Rasulullah, ia pun mendapatkan kehormatan dengan memiliki relasi kekerabatan dengan Nabi yang mulia.
Pernikahan Hafshah dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terjadi pada tahun ke-3 H. dikala itu usia Hafshah yaitu 21 tahun. Ia hidup bersama Rasulullah, membangun keluarga selama 8 tahun. Saat usianya menginjak 29 tahun, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat. Dan Hafshah wafat pada usia 63 tahun tahun 45 H, pada masa pemerintahan Utsman bin Affan radhiallahu ‘anhu.
5 Zainab binti Khuzaimah.
Keistimewaan ummul mukminin Zainab binti Khuzaimah yaitu ringannya ia dalam berderma. Karena hal ini, ia dijuluki ibunya orang-orang miskin. Zainab binti Khuzaimah yaitu seorang wanita Quraisy janda dari pendekar Perang Uhud, Abdullah bin Jahsy radhiallahu ‘anhu.
Setelah menjanda, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di bulan Ramadhan tahun 3 H. Namun kebersamaannya dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berlangsung lama. Ummul mukminin Zainab bin Khuzaimah wafat dikala pernikahannya dengan Rasulullah gres berumur 8 bulan atau bahkan kurang dari itu. Dan dikala itu usia Zainab radhiallahu ‘anha 30 tahun. Dengan demikian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dua kali mencicipi wafat ditinggal istrinya.
6 Ummu Salamah.
Nama Ummu Salamah yaitu Hindun binti Umayyah. Ia yaitu wanita Bani Makhzum anak dari salah seorang yang paling gemar memberi dari kalangan Quraisy, Umayyah bin al-Mughirah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, suaminya yaitu seorang muhajirin yang pertama-tama memeluk Islam, ia yaitu Abu Salamah Abdullah bin Abdul Asad al-Makhzumi al-Qurasyi.
Ummu Salam dilahirkan pada tahun 24 sebelum hijrah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahinya di tahun 4 H. Saat itu usianya menginjak 28 tahun. Hikmah dari kesepakatan nikah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Ummu Salamah yaitu pemuliaan terhadap Ummu Salamah radhiallahu ‘anha. Ia dan suaminya yaitu orang yang memiliki kedudukan yang tinggi dalam Islam sebagai orang-orang pertama menyambut dakwah Islam. Ummu Salamah juga memiliki 4 orang anak yang menjadi yatim. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjadi penanggungnya dan keempat anaknya.
Ummu Salamah radhiallahu ‘anha memiliki usia cukup panjang, 85 tahun. Ia wafat pada tahun 61 H, pada dikala pemerintahan Yazid bin Muawiyah.
7 Zainab binti Jahsy.
Ummul Mukminin Zainab binti Jahsy dilahirkan pada tahun 32 sebelum hijrah. Ibunya yaitu Umaimah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ummul mukminin Zainab binti Jahsy yaitu wanita terhormat saudari dari Abdullah bin Jahsy, sang pendekar Perang Uhud yang dimakamkan satu liang dengan paman Nabi, Hamzah bin Abdul Muthalib radhiallahu ‘anhu.
Sebelum menjadi istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, Zainab yaitu istri dari anak angkat Nabi yakni Zaid bin Haritsah radhiallahu ‘anhu. Pernikahan keduanya tidak berjalan langgeng sebab perbedaan kafa–ah. Akhirnya perceraian pun terjadi.
Lalu Zainab dinikahi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Ketika itu, Zainab berusia 37 tahun. Berjalanlah biduk rumah tangga Rasulullah dengan Zainab selama 6 tahun, hingga Rasulullah wafat. Di antara keistimewaan Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha adalah Allah Ta’ala yang menjadi walinya dikala menikah dengan Rasulullah.
Di antara pesan tersirat kesepakatan nikah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Zainab yaitu meluruskan budaya yang keliru pada masyarakat kala itu. Orang-orang dikala itu beranggapan bahwa anak angkat sama statusnya dengan anak kandung. Anggapan ini tentu saja akan berdampak pada hukum-hukum syariat yang lainnya; waris, mahram, pernikahan, dll. Tradisi dan anggapan ini kian mengakar di masyarakat Islam pada dikala itu sehingga perlu diluruskan. Karena itu, Allah Ta’ala memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menikahi Zainab binti Jahys radhiallahu ‘anha, untuk menghapus anggapan demikian. Jika tidak anggapan ini akan berdampak berat bagi umat manusia, secara khusus lagi umat Islam.
Ummul mukminin Zainab binti Jahsy radhiallahu ‘anha wafat pada masa pemerintahan Umar bin al-Khattab tahun 21 H dengan usia 53 tahun.
8 Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhirar.
Ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits al-Kuza’iyah al-Qurasyiyah dilahirkan tahun 14 sebelum hijrah. Ia yaitu wanita yang sangat cantik dan memiliki kedudukan mulia di tengah kaumnya. Ayahnya, al-Harits bin Abi Dhirar, yaitu kepala kabilah Bani Musthaliq.
Suatu hari al-Harits bin Abi Dhirar mengumpulkan pasukan untuk menyerang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mendengar kabar tersebut, Rasulullah segera bertindak cepat dan bertemulah kedua pasukan di sebuah oase yang dikenal dengan Muraisi’. Peperangan itu dimenangkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya. Al-Harits bin Abi Dhirar tewas dalam peperangan sedangkan Juwairiyah bin al-Harits menjadi tawanan.
Juwairiyah dijatuhkan sebagai episode dari Tsabit bin Qais bin Syammas yang masih memiliki relasi kekerabatan dengannya. Namun Juwairiyah tidak mendapatkan hal ini. Ia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam agar bersedia menebus dirinya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menawarkan anjuran yang lebih terhormat daripada hal itu. Nabi memperlihatkan diri untuk menikahinya. Dengan besar hati Juwairiyah mendapatkan anjuran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hikmah dari kesepakatan nikah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah yaitu untuk menaklukkan hati Bani Musthliq biar mendapatkan dakwah Islam. Lantaran kesepakatan nikah ini, para sobat membebaskan tawanan-tawanan Bani Mustaliq yang jumlahnya sekitar 100 keluarga. Para sobat tidak rela kerabat Rasulullah menjadi tawanan. Aisyah radhiallahu ‘anha pun memuji Juwairiyah sebagai wanita yang penuh keberkahan untuk kaumnya.
Pernikahan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyah berlangsung pada tahun ke-5 H. Saat itu ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits radhiallahu ‘anha berusia 19 atau 20 tahun. Rumah tangga nubuwah ini berlangsung selama 6 tahun.
Ummul mukminin Juwairiyah binti al-Harits wafat pada tahun 56 H dikala berusia 70 tahun.
9 Shafiyah binti Huyai bin Akhtab.
Sebelum memeluk Islam, Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai yaitu seorang wanita Yahudi dari Bani Nadhir. Ayahnya, Huyai bin Akhtab, yaitu tokoh terkemuka di kalangan Yahudi dan termasuk ulama Yahudi di masa itu. Nasab ummul mukminin Shafiyah radhiallahu ‘anha bersambung hingga Nabi Harun bin Imran ‘alaihissalam. Makara ia yaitu wanita dari kalangan Bani Israil. Ummul mukminin Shafiyah lahir pada tahun 9 sebelum hijrah.
Setelah Bani Nadhir diusir dari Madinah, mereka hijrah menuju perkampungan Yahudi di Khaibar. Dalam Perang Khaibar, Allah Ta’ala memenangkan kaum muslimin. Banyak harta rampasan perang dan tawanan yang dikuasai oleh kaum muslimin. Di antara mereka yaitu Shafiyah binti Huyai. Awalnya Shafiyah termasuk pendapatan perang dari sobat yang mulia, yang Malaikat Jibril sering datang dalam bentuk fisiknya yaitu Dihyah bin Khalifah radhiallahu ‘anhu. Namun sebab kedudukan Shafiyah, ada seorang sobat yang datang mengajukan biar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima Shafiyah. Kemuliaan Shafiyah sebagai wanita pemuka Bani Quraizhah dan Bani Nadhir hanya layak disandingkan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Setelah mendapatkan Islam, Rasulullah menikahi Shafiyah. Pernikahan pun dilangsungkan, yaitu pada tahun 8 H. Rumah tangga mulia ini berlangsung selama 4 tahun hingga wafatanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Hikmah kesepakatan nikah ini yaitu Islam menjaga kedudukan seseorang, tidak merendahkannya malah menjadikannya kian mulia. Siapa yang mulia sebelum Islam, maka dia juga dimuliakan setelah berislam.
Ummul mukminin Shafiyah binti Huyai wafat pada tahun 50 H di zaman pemerintahan Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu ‘anhu. Saat itu usia ia 59 tahun.
baca juga: dimana saja Tempat yang menjadi saksi Isra' Mi'raj Nabi Muhammad
baca juga: dimana saja Tempat yang menjadi saksi Isra' Mi'raj Nabi Muhammad
10 Ummu Habibah.
Nama Ummu Habibah yaitu Ramlah binti Abu Sufyan. Beliau dilahirkan pada tahun 25 sebelum hijrah. Ia merupakan putri dari salah seorang tokoh Quraisy yakni Abu Sufyan bin Harb radhiallahu ‘anhu.
Ummu Habibah radhiallahu ‘anha masuk Islam lebih dahulu dibanding ayahnya dan saudara laki-lakinya, Muawiyah bin Abu Sufyan. Bersama suaminya Ubaidullah bin Jahsy ia hijrah ke negeri Habasyah. Namun sayang, ketika di Habasyah suaminya murtad berpindah agama menjadi seorang Nasrani. Ummu Habibah dihadapkan pada kenyataan pahit, apakah harus turut bersama suaminya menjadi Nasrani, bertahan di Habasyah hidup dalam pengasingan, atau kembali ke Mekah dalam kekangan sang ayah yang tatkala itu masih kafir.
Akhirnya kabar besar hati tak terduga datang menghampiri Ummu Habibah. Melalui an-Najasyi, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melamarnya. Pernikahan pun digelar, namun ada sesuatu yang berbeda dengan kesepakatan nikah ini, dikala resepsi mempelai laki-lakinya diwakilkan oleh an-Najasyi. Karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberada di Madinah. Pada tahun 6 atau 7 H, barulah Ummu Habibah radhiallahu ‘anha tiba di Madinah. Saat itulah kehidupan rumah tangganya bersama Rasulullah dimulai. Usia rumah tangga ini berjalan selama kurang lebih 4 tahun, berakhir dengan wafatnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
11 Maimunah binti al-Harits bin Hazn.
Ummul mukminin Maimunah binti al-Harits dilahirkan pada tahun 29 sebelum hijrah. Ia yaitu saudari dari Ummu al-Fadhl, istri paman Nabi, al-Abbas bin Abdul Muthalib. Ia juga merupakan bibi dari Abdullah bin Abbas dan Khalid bin al-Walid radhiallahu ‘anhuma.
Maimunah binti al-Harits yaitu wanita terakhir yang dinikahi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Saat menikah dengan Nabi, ia telah berusia 36 tahun. Nabi menikahinya pada tahun 7 H, satu tahun setelah perjanjian Hudaibiyah.
Hikmah dari kesepakatan nikah Nabi dengan ummul mukminin Maimunah yaitu menundukkan hati Bani Hilal untuk mendapatkan Islam, kemudian meneguhkan keislaman mereka.
Pada dikala mengadakan safar antara Mekah dan Madinah, tahun 51 H, ummul mukmini Maimunah binti al-Harits wafat. Usia ia dikala itu yaitu 80 atau 81 tahun.
Mariyah al-Qibtiyah radhiallahu ‘anha sering dinyatakan oleh sebagian orang termasuk di antara ummahatul mukminin. Namun yang lebih sempurna ia tidak termasuk dari kalangan ummahatul mukminin. Seorang wanita dikatakan ummahatul mukminin apabila Nabi mengikat kesepakatan akad nikah dengannya dan menggaulinya, walaupun kemudian bercerai. Dengan demikian, wanita yang dinikahi Rasulullah akan tetapi belum digaulinya tidak disebut sebagai ummahatul mukminin. Sama halnya, seorang wanita yang digauli Rasulullah bukan sebab ikatan kesepakatan nikah –karena budak-, maka ia tidak disebut sebagai ummahatul mukminin.
Dari sini, kita mengetahui bahwa Mariyah al-Qibtiyah bukanlah ummahatul mukminin, sebab Nabi tidak mengikat kesepakatan akad nikah dengannya.