Makalah “Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran”
Makalah “Pentingnya Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran”
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu system yang teratur dan mengemban misi yang cukup luas yaitu segala sesuatu yang bertalian dg perkembangan fisik, kesehatan, keterampilan, pikiran, perasaan, kemauan, sosial hingga kepada masalah kepercayaan atau keimanan. Hal ini menunjukkan bahwa sekolah sebagai suatu lembaga pendidikan formal mempunyai suatu muatan beban yang cukup berat dalam melaksanakan misi pendidikan tersebut. Lebih-lebih kalau dikaitkan dengan pesatnya perubahan zaman cukup umur ini yang sangat besar lengan berkuasa terhadap bawah umur didik dalam berfikir, bersikap dan berperilaku, khususnya terhadap mereka yang masih dalam tahap perkembangan dalam transisi yang mencari identitas diri.[1]
Dalam kaitaannya dengan pendidikan karakter, bangsa Indonesia sangat memerlukan SDM (sumber daya manusia) yang besar dan bermutu untuk mendukung terlaksananya acara pembangunan dengan baik. Disinilah dibutuhkan pendidikan yang berkualitas, yang dapat mendukung tercapainya harapan bangsa dalam memiliki sumber daya yang bermutu, dan dalam membahas perihal SDM yang berkualitas serta hubungannya dengan pendidikan, maka yang dinilai pertama kali ialah seberapa tinggi nilai yang sering diperolehnya, dengan kata lain kualitas diukur dengan angka-angka, sehingga tidak mengherankan apabila dalam rangka mengejar target yang ditetapkan sebuah lembaga pendidikan terkadang melaksanakan kecurangan dan manipulasi.
Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk abjad serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik biar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, terperinci bahwa pendidikan di setiap jenjang, termasuk Sekolah Menengah Pertama (SMP) harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan abjad penerima didik sehingga bisa bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan abjad penerima didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan yang sangat dibutuhkan dikala ini ialah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan abjad dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan mirip ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai insan yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam abjad akan bisa menghadapi segala masalah dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner. Pada dikala menentukan metode pembelajaran yang utama ialah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan abjad tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah mengakibatkan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya.
B. Rumusan Masalah
Dengan latar belakang diatas penulis merumuskan beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian Pendidikan karakter?
2. Apa fungsi dan tujuan Pendidikan Karakter?
3. Apa Ciri-ciri dan Prinsip Pendidikan Karakter?
4. Apa saja komponen yang pendukung dalam Pendidikan Karakter?
5. Bagaimana penerapan Pendidikan abjad ?
6. Bagaimana upaya Pendidikan Karakter dalam mencapai mencapai tujuan Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian pendidikan Karakter
Karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas adalah, bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak sedangkan pendidikan dalam arti sederhana sering diartikan sebagai usaha insan untuk membina, kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.
Karakter merupakan nilai-nilai perilaku insan yang bekerjasama dengan Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, lingkungan, dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya, dan adat istiadat. Dalam perkembangannya , istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja oleh orang cukup umur biar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok lain biar menjadi dewasa untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.[2]
Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogie, berarti bimbingan atau pertolongan dengan sengaja oleh orang cukup umur biar ia menjadi dewasa. Selanjutnya pendidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan seseorang atau kelompok lain biar menjadi dewasa untuk mencapai tingkat hidup atau penghidupam lebih tinggi dalam arti mental.[3] Sedangkan karakter menurut Pusat Bahasa Depdiknas, ialah bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat tabiat, temperamen dan watak, sementara itu, yang disebut dengan berkarakter ialah berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat dan berwatak.
Pendidikan abjad menurut Thomas Lickona (1991)[4] adalah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan positif seserorang yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya.
Definisi pendidikan abjad selanjutnya dikemukakan oleh elkind dan sweet (2004).
“Character education is the deliberate esffort to help people understand, care about, and act upon caore ethical values. When we think about the kind of character we want for our children, it is clear that we want them to be able tu judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right, even in the face of pressure from without and temptation from within”[5]
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan karakter ialah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang bisa memperngaruhi abjad penerima didik. Guru membantu membentuk watak penerima didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru bebicara atau memberikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan banyak sekali hal terkait lainnya.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat tenting pentingnya upaya peningkatan pendidikan abjad pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat diantara mereka perihal pendekatan dari modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di Negara-negara barat, mirip : pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yaitu melalui penanaman nilai-nilai social tertentu.
Berdasarkan grand desain yang dikembangkan kemendiknas, secara psikologis social cultural pembentukan abjad dalam diri individu merupakan fungsi dari seluruh potensi individu insan (kognitif, afektif, konatif dan psikomotorik) dari konteks interaksi social cultural (dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat.
Konfigurasi abjad dalam kontek totalitas proses psikologis dan social cultural tersebut dapat dikelompokan dalam: olah hati, olah piker, olah raga dan kinestetik, serta olah rasa dan karsa, keempat hal tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, bahkan saling melengkapi dan saling keterkaitan.
Pengkategorikan nilai didasarkan pada pertimbangan bahwa pada hakikatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi toalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu insan (kognitif, afekti dan psikomotorik) dan fungsi totalitas social-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat
Seperti yang tergambar dalam diagram di bawah ini

Jadi, Pendidikan abjad adalah sebuah system yang menanamkan nilai-nilai abjad pada penerima didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, srta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil.
Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada pemenuhan otak anak dengan banyak sekali ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan pendidikan menyeluruh yang memasukkan beberapa aspek kepercayaan dan tata moral. Oleh karenanya, pendidik harus bisa mengakibatkan perkataan dan tingkah laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada alhasil nanti akan tertanam pendidikan abjad yang baik dikelak kemudian hari.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina semenjak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan abjad seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman abjad pada seseorang semenjak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak ialah usaha yang strategis.
Permasalahan serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia ialah sistem pendidikan yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Proses berguru juga berlangsung secara pasif dan kaku sehingga menjadi tidak menyenangkan bagi anak. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan abjad (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar tahu). Semuanya ini telah membunuh abjad anak sehingga menjadi tidak kreatif. Padahal, pembentukan abjad harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting. Pembentukan abjad dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder (binaragawan) yang memerlukan latihan otot-otot budbahasa secara terus-menerus biar menjadi kokoh dan kuat. Selain itu keberhasilan pendidikan abjad ini juga harus ditunjang dengan usaha menawarkan lingkungan pendidikan dan sosialisasi yang baik dan menyenangkan bagi anak.
Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan dikala ini ialah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan abjad dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan mirip ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai insan yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam abjad akan bisa menghadapi segala masalah dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner. Pada dikala menentukan metode pembelajaran yang utama ialah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan abjad tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah mengakibatkan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya
B. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Karakter
Dalam TAP MPR No. II/MPR/1993, disebutkan bahwa pendidikan bertujuan meningkatkan kualitas insan Indonesia, yaitu insan yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian mandiri, maju, tanggunh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja profesional, serta sehat jasmani rohani.
Berangkat dari hal tersebut diatas, secara formal upaya menyiapkan kondisi, sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan yuridis yang kuat. Namun, sinyal tersebut gres disadari ketika terjadi krisis budbahasa yang menerpa semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali juga pada bawah umur usia sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut mulai dirintis melalui Pendidikan Karakter bangsa.
Dalam pemberian Pendidikan Karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat. Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa Pendidikan Karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran. Pendapat kedua, Pendidikan Karakter bangsa diberikan secara terintegrasi dalam mata pelajaran PKN, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang relevan. Pendapat ketiga, Pendidikan Karakter bangsa terintegrasi ke dalam semua mata pelajaran.
Pendidikan abjad bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan abjad dan budbahasa mulia penerima didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi lulusan. Melalui pendidikan abjad diharapkan penerima didik SMP bisa secara berdikari meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai abjad dan budbahasa mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari. Pendidikan abjad pada tingkatan institusi mengarah pada pembentukan budaya sekolah, yaitu nilai-nilai yang melandasi perilaku, tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh semua warga sekolah, dan masyarakat sekitar sekolah. Budaya sekolah merupakan ciri khas, abjad atau watak, dan citra sekolah tersebut di mata masyarakat luas.
Pendidikan abjad bertujuan sebagai berikut;
a. Versi Pemerintah
Pendidikan memiliki tujuan yang sangat mulia bagi kehidupan manusia. Dan berkaitan dengan pentingnya diselenggarakan pendidikan abjad disemua lembaga formal. Menrut Presiden republic Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, sedikitnya ada lima dasar yang menjadi tujuan dari perlunya menyelenggarakan pendidikan karakter. Kelima tujuan tersebut ialah sebagai berikut:
· Membentuk Manusia Indonesia yang Bermoral
Persoalan moral merupakan masalah serius yang menimpa bangsa Indonesia. Setiap saat, masyarakat dihadapkan pada kenyataan merebaknya dekadensi moral yang menimpa kaum remaja, pelajar, masyarakat pada umumnya , bahkan para pejabat pemerintah.
Ciri yang paling kentara perihal terjadinya dekadensi moral di tengah-tengah masyarakat antara lain merebaknya aksi-aksi kekerasan, tawuran massa, pembunuhan, pemerkosaan, perilaku yang menjurus pada pornografi dsb. Dalam dunia pemerintahan, fenomena dekadensi moral juga tidak kalah santernya, misalnya perilaku ketidakjujuran, korupsi dan tindakan-tindakan manipulasi lainnya.
Problem moral mirip ini terperinci meresahkan semua kalangan. Ironisnya, maraknya aksi-aksi tidak bermoral tersebut justru banyak dilakukakan oleh kalangan terdidik. Dan, hal itu terjadi dikala bangsa Indonesia sudah memiliki ribuan lembaga pendidikan yang tersebar di banyak sekali tempat. Maka, tidak heran bila banyak para pegawai yang mempertanyakan fungsi lembaga pendidikan kalau sekedar mengutamakan nilai, namun mengabaikan etika dan moral.
Dengan demikian bisa dipahami kalau tuntutan diselenggarakannya pendidikan abjad semakin santer dibicarakan dengan tujuan biar generasi masa depa menjadi sosok insan yang berkarakter, yang bisa berperilaku positif dalam segala hal.
· Membentuk Manusia Indonesi yang Cerdas dan Rasional
Pendidikan abjad tidak hanya bertujuan membentuk insan Indonesia yang bermoral, beretika dan berakhlak, melainkan juga membentuk insan yang cerds dan rasional, mengambil keputusan yang tepat, serta cerdas dalam memanfaatkan potensi yang dimilikinya. Kecerdasan dalam memanfaakan potensi diri dan bersikap rasional merupakan cirri orang yang berkepribadian dan berkarakter. Inilah yang dibutuhkan bangsa Indonesia dikala ini, yakni tatanan masyarakat yang cerdas dan rasional.
Berbagai tindakan destruktif dan tidak moral dan sering kali dilakukan oleh masyarakat Indonesia belakangan ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa masyarakat sudah tidak memoerdulikan lagi rasional dan dan kecerdasan mereka dalam bertindak dan mengambil keputusan. Akibatnya, mereka seringkali terjerumus ke dalam perilaku yang cenderung merusak, baik merusak lingkungan maupun diri sendiri, terutama abjad dan kepribadian.
Upaya yang perlu dilakukan biar masyarakat bisa memanfaatkan kecerdasan dan rasionalitas dalam bertindak ialah menanamkan nilai-nilai kepribadian tersebut pada generasi masa depan semenjak dini. Para penerima didik merupakan harapan kita. Oleh karena itu, mereka harus dibekali pendidikan abjad semenjak sekarang biar generasi masa depan indonesi tidak lagi menjadi generasi yang irasional dan tak berkarakter.
· Membentuk Manusia Indonesia yang Inovatif dan Suka Bekerja Keras
Pendidikan abjad merupakan pendidikan nilai yang diselenggarakan untuk menanamkan semangat suka bekerja keras, disiplin, kreatif, dan inovatif pada diri penerima didik, yang diharapkan akan mengakar menjadi abjad dan kepribadiannya. Oleh karena itu, pendidikan abjad bertujuan mencetak generasi bangsa biar tumbuh menjadi pribadi yang inovatif dan mau bekerja keras.
Saat ini, sikap kurang bekerja keras dan tidak kreatif merupakan masalah yang menyebabkan bangsa Indonesia jauh tertinggal dari Negara-negara lain. Padahal, setiap tahun, lembaga pendidikan sudah meluluskan ribuan penerima didik dengan rata-rata nilai yang tinggi. Dari sinilah timbul suatu pertanyaan, mengapa tidak ada korelasi yang terperinci antara tingginya nilai yang diperoleh penerima didik dengan sikap keatif, inovatif, dan kerja keras, sehingga bangsa Indonesia tetap jauh tertinggal dalamkancah internasional?
Disisi lain, kita juga sering menemukan fakta bahwa tidak sedikit orang Indonesia yang cerdas sekaligus memiliki potensi dan kreatif, namun mereka justru tidak dimanfaatkan oleh pemerintah. Hidup mereka terpinggirkan dan tersisihkan. Potensi mereka terbuang percuma, sehingga nilai-nilai pendidikan yang mereka peroleh seakan tidak memiliki kegunaan sama sekali. Tak hanya itu , pemerintah juga seperti lebih mementingkan partisipasi politik untuk ditetapkan pada pos-pos tertentu. Dengan demikian, yang menjadi pertimbangan pemerintah ialah kader politk, bukan sosok yang benar berkualitas dan berkompeten secara moral dan intelektual. Nah dengan adanya pendidikan karakter, diharapkan para penerima didik dan generasi mudah kita memiliki semangat juang yang besar, serta bersedia bekerja keras sekaligus inovatif dalam mengelolah potensi mereka. Sehingga mereka dapat menjadi bibibibit insan yang unggul pada masa depan.
· Membentuk Manusia Indonesia yang optimis dan Percaya Diri
Sikap optimis dan percaya diri merupakan sikap yang harus ditanamkan kepada penerima didik semenjak dini. Kurangnya sikap optimis dan percaya diri menjadi factor yang mengakibatkan bangsa Indonesia kehilangan semangat utuk dapat bersaing menciptakan kemajuan disegala bidang. Pada masa depan, tentu saja kita akan semakin membutuhkan sosok-sosok yang selalu optimis dan penuh percaya diri dalam menghadapi banyak sekali situasi. Dan, hal itu terwujud apabila tidak ada upaya untuk menanamkan kedua sikap tersebut kepada generasi penerus semenjak dini.
Penyelenggaraan pendidikan abjad merupakan salah satu langkah yang sangat sempurna untuk membentuk kepribadian penerima didik menjadi pribadi yang optimis dan percaya diri. Sejak sekarang, penerima didik tidak hanya diarahkan untuk sekedar mengejar nilai namun juga membekalinya dengan wawasan mengenai cara berperilaku di tengah-tengah lingkungan, keluarga dan masyarakat
· Membentuk Manusia Indonesia yang Berjiwa Patriot
Salah satu prinsip yang dimiliki konsep pendidikan abjad ialah terbinanya sikap cinta tanah air. Hal yang paling inti dari sikap ini ialah kerelaan untuk berjuang, berkorban serta kesiapan diri dalam menawarkan perlindungan kepada pihak-pihak yang membutuhkan. Harus kita akui bahwa sikap tolong-menolong dan semangat juang untuk saling meberikan bantuan sudah semakin luntur dari kehidupan masyarakat. Sikap kepedulian yang semula merupakan hal yang paling kita banggakan sepertinya sudah tergantikan dengan tumbuh sumburnya sikap-sikap individualis dan egois. Kepekaan social pun sudah berada pada taraf yang meprihatinkan. Maka tidak heran bila setiap dikala kita menyaksikan masalah-masalah social yang terjadi di lingkungan kita , yang salah satu factor penyebabnya ialah terkikisnya rasa kepedulian satu sama lain.
Maka, disinilah pentingnya pendidikan abjad supaya penerima didik benar-benar menyadari bahwa ilmu yang diperoleh harus dimanfaatkan untuk kepentingan banyak orang
b. Versi Pengamat
Berikut ini ada pendapat beberapa hebat mengenai tujuan pendidikan Karakter;
· Sahrudin dan Sri Iriani berpendapat bahwa pendidikan abjad bertujuan membentuk masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergorong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, serta berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semuanya dijiwai oleh iktikad dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sekaligus berdasarkan Pancasila
· Menurut Sahrudin, pendidikan abjad memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut:
- Mengembangkan potensi dasar penerima didik biar ia tumbuh menjadi sosok yang berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik.
- Memperkuat dan membangun perilaku masyarakat yang multikultur.
- Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif
Fungsi dan tujuan pendidikan abjad itu sendiri itu dicapai apabila pendidikan abjad dilakukan secara benar dan menggunakan media yang tepat.
Tugas pendidik di semua jenjang pendidikan tidak terbatas pada pemenuhan otak anak dengan banyak sekali ilmu pengetahuan. Pendidik selayaknya mengajarkan pendidikan menyeluruh yang memasukkan beberapa aspek kepercayaan dan tata moral. Oleh karenanya, pendidik harus bisa mengakibatkan perkataan dan tingkah laku anak didiknya di kelas menjadi baik yang pada alhasil nanti akan tertanam pendidikan abjad yang baik dikelak kemudian hari.
Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina semenjak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukkan abjad seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman abjad pada seseorang semenjak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah di masa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada anak ialah usaha yang strategis
Masalah serius yang tengah dihadapi bangsa Indonesia ialah sistem pendidikan yang ada sekarang ini terlalu berorientasi pada pengembangan otak kiri (kognitif) dan kurang memperhatikan pengembangan otak kanan (afektif, empati, dan rasa). Proses berguru juga berlangsung secara pasif dan kaku sehingga menjadi tidak menyenangkan bagi anak. Mata pelajaran yang berkaitan dengan pendidikan abjad (seperti budi pekerti dan agama) ternyata pada prakteknya lebih menekankan pada aspek otak kiri (hafalan, atau hanya sekedar tahu). Semuanya ini telah membunuh abjad anak sehingga menjadi tidak kreatif. Padahal, pembentukan abjad harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan melibatkan aspek knowledge, feeling, loving, dan acting.
Pembentukan abjad dapat diibaratkan sebagai pembentukan seseorang menjadi body builder(binaragawan) yang memerlukan latihan otot-otot budbahasa secara terus-menerus biar menjadi kokoh dan kuat. Selain itu keberhasilan pendidikan abjad ini juga harus ditunjang dengan usaha menawarkan lingkungan pendidikan dan sosialisasi yang baik dan menyenangkan bagi anak. Dengan demikian, pendidikan yang sangat dibutuhkan dikala ini ialah pendidikan yang dapat mengintegrasikan pendidikan abjad dengan pendidikan yang dapat mengoptimalkan perkembangan seluruh dimensi anak (kognitif, fisik, sosial-emosi, kreativitas, dan spiritual). Pendidikan dengan model pendidikan mirip ini berorientasi pada pembentukan anak sebagai insan yang utuh. Kualitas anak didik menjadi unggul tidak hanya dalam aspek kognitif, namun juga dalam karakternya. Anak yang unggul dalam abjad akan bisa menghadapi segala masalah dan tantangan dalam hidupnya. Ia juga akan menjadi seseorang yang lifelong learner.
Pada dikala menentukan metode pembelajaran yang utama ialah menetukan kemampuan apa yang akan diubah dari anak setelah menjalani pembelajaran tersebut dari sisi karakterya. Apabila kita ingin mewujudkan abjad tersebut dalam kehidupan sehari-hari, maka sudah mengakibatkan kewajiban bagi kita untuk membentuk pendidik sukses dalam pendidikan dan pengajarannya
C. Ciri-ciri dasar dan Prinsip, Pendidikan karakter
Forester[6] menyebutkan paling tidak ada empat cirri dasar dalam pendidikan karakter;
· Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan herarki nilai. Maka nilai menjadi pedoman yang bersifat normative dalam setiap tindakan
· Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi gres atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi dapat meruntuhkan kredibilitas seseorang.
· Otonomi. Disana seseorang menginternalisasikan aturan dari luar hingga menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat dari penilaian atas keputusan pribadi tanpa terpengaruh desakan pihak lain.
· Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang guna menginginkan apapun yang di pandang baik. Dan kesetiaan merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Lebih lanjut Madjid[7] menyebutkan bahwa kematangan keempat abjad tersebut diatas, memungkinkan seseorang melewati tahap individualitas menuju profesionalitas. Orang-orang modern sering mencampur adukan antara individualitas menuju personalitas, antara saya alami dan saya rohani, antara indepedensi eksterior dan interior. Karakter inilah yang menentukan performa seseorang dalam segala tindakannya.
Kemudian Rosworth Kidder dalam “how Good People Make Tough Choices (1995)”[8] yang dikutip oleh Majid (2010)[9] menyampaikan tujuan kualitas yang diharapkan dalam pendidikan karakter.
· Pemberdayaan (empowered), maksudnya bahwa guru harus bisa memberdayakan dirinya untuk mengajarkan pendidikan abjad dengan dimulai dari dirinya sendiri.
· Efektif ( effective), proses pendidikan abjad harus dilaksanakan dengan efektif.
· Extended into community, maksudnya bahwa komunitas harus membantu dan mendukung sekolah dalam menanamkan nilai-nilai tersebur kepada penerima didik
· Embedded, integrasikan seluruh nilai ke dalam kurikulum dan seluruh rangkaian proses pembelajaran.
· Enganged, melibatkan komunitas dan menampilkan topic-topik yang cukup esensial.
· Epistemological, harus ada koherensi antara cara berpikir makna etik dengan upaya yang dilakukan untuk membantu penerima didik menerapkannya secara benar.
· Evaluative, menurut Kidder[10] terdapat lima hal yang harus diwujudkan dengan menilai insan berkarakter, (a) diawali dengan kesadaran etik; (b) adanya kesadaran diri untk berpikir dan membuat keputusan perihal etik; (c) mempunyai kapasitas untuk menampilkan kepercayaan diri secara praktis dalam kehidupan; (d) mempunyai kapasitas dalam menggunakan pengalaman praktis terhadap sebuah komunitas; (e) mempunyai kapasitas untuk menjadi biro perubahan (agent of change) dalam merealisasikan ide-ide etik dan menciptakan suasana yang berbeda.
· Prinsip-prinsip Pendidikan Karakter
Pendidikan di sekolah akan berjalan lancar, kalau dalam pelaksanaannya memperhatikan beberapa prinsip pendidikan karakter. Kemendiknas menawarkan beberapa rekomendasi prinsip untuk mewujudkan pendidikan abjad yang efektif sebagai berikut;
· Memperomosikan nila-nilai dasar etika sebagai basis karakter
· Mengidentifikasikan abjad secara komperehensif supaya mencakup pemikiran, perasaan dan perilaku
· Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk mebangun karakter.
· Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
· Memberikan kesempatan kepada penerima didik untuk membuktikan perilaku yang baik;
· Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua penerima didik, membangun abjad mereka, dan membantu mereka untuk sukses.
· Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri pada para penerima didik.
· Memfungsikan seluruh staf seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang menyebarkan tanggung jawab untuk pendidikan abjad dan setia pada nilai dasar yang sama.
· Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter.
· Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha membangun karakter.
· Mengevaluasi abjad sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi abjad positif dalam kehidupan penerima didik.
Berdasarkan pada prinsip-prinsip yang direkomendasikan olah kemendiknas, dasyim budimasyah berpendapat bahwa acara pendidikan abjad disekolah perlu dikembangkan dengang berlandaskan pada prinsip-prinsip sebagai berikut;
· Pendidikan abjad disekolah harus dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas). Hal ini mengandung arti bahwa proses pengembangan nilai-nilai abjad merupakan proses yang panjang, mulai semenjak awal penerima didik masuk sekolah hingga mereka lulus sekolah pada suatu satuan pendidikan.
· Pendidikan abjad hendaknya dikembangkan melalui semua mata pelajaran terintegrasi, melalui pengembangan diri, dan budaya suatu satuan pendidikan. Pembinaan abjad bangsa dilakukan dengan mengintegrasikan dalam seluruh mata pelajaran, dalam kegiatan kurikuler pelajaran, sehingga semua mata pelajaran diarahkan pada pengembangan nilai-nilai abjad tersebut. Pengembangan nilai-nilai abjad uga dapat dilakukan dengan melalui pengembangan diri, baik melalui konseling maupun kegiatan ekstrakurikuler, mirip kegiatan kepramukaan dan lain sebagainya.
· Sejatinya nilai-nilai abjad tidak diajarkan (dalam bentuk pengetahuan), kalau hal tersebut diintegrasikan dalam mata pelajaran, kecuali bila dalam bentuk mata pelajaran agama yang (yang di dalamnya mengandung ajaran) maka tetap diajarkan dengan proses, pengetahuan(knowing), melakukan (doing), dan alhasil membiasakan (habit).
· Proses pendidikan dilakukan penerima didik dengan secara aktif (active learning) dan menyenangkan (enjoy full learning). Proses ini menunjukkan bahwa proses pendidikan abjad dilakukan oleh penerima didik bukan oleh guru. Sedangkan guru menerapkan “tutwuri handayani “ dalam setiap perilaku yang ditunjukan agama.
D. Komponen Pendukung dalam Pendidikan Karakter
Sebagaimana halnya dunia pendidikan pada umumnya, pendidikan yang mensyaratkan keterlibatan banyak pihak di dalamnya. Kita tidak bisa menyerahkan peran pengajaran, terutama dalam rangka mengembangkan karakter penerima didik, hanya semata-mata kepada guru. Sebab, setiap penerima didik memiliki latar belakang yang berbeda, yang ikut menentukan kepribadian dan karakternya. Oleh karena itu, guru, orang bau tanah maupun masyarakat seharusnya memiliki keterlibatan, baik secara pribadi maupun tidak langsung.
Selain itu ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam rangka menjalankan pendidikan abjad diantaranya sebagai berikut;
a. Partisipasi Masyarakat
Dalam hal ini, masyarakat meliputi tenaga pendidik, orangtua, anggota masyarakat, dan penerima didik itu sendiri, semua komponen itu hendaknya dapat bekerja sama dan membantu menawarkan masukan, terutama mengenai langkah-langkah penanaman abjad bagi penerima didik.
Oleh alasannya itu, setiap sekolah yang akan menerapkan pendidikan abjad bagi penerima didiknya harus memiliki tubuh khusus yang dibentuk sebagai sarana komunikasi antara penerima didik, tenaga pendidik, orangtua dan masyarakat. Badan ini bertugas membicarakan konsep dan nilai-nilai yang diharapkan untuk mendidik abjad penerima didik.
b. Kebijakan Pendidikan
Meskipun pendidikan abjad lebih mengedepankan aspek moral dan tingkah laku, namun bukan berarti sama sekali tidak menetapkan kebijakan-kebijakan. Sebagaimana dalam dunia formal pada umunnya. Sekolah tetap menetapkan landasan filosofi yang sempurna dalam membuat pendidikan karakter, serta menentukkan dan menetapkan tujuan, visi dan misi, maupun beberapa kebijakan lainnya, hal ini bisa dilakukan dengan mengadopsi kebijakan pendidikan formal atau kebijakan baru.
c. Kesepakatan
Betapapun pentingnya dan mendesaknya lembaga pendidikan menerapkan pendidikan abjad sebagai perhiasan kurikulum di dalamnya, namun bukan berarti itu ditetapkan secara sepihak. Sekolah harus mengadakan pertemuan dengan orang bau tanah penerima didik terlebih dahulu dengan melibatkan tenaga guru dan perwakilan masyarakat guna mencari kesepakatan-kesepakatan di antara mereka. Pertemuan itu bertujuan memperoleh akad definisi pendidikan karakter, fungsi dan manfaatnya, serta cara mewujudkannya.
d. Kurikulum Terpadu
Agar tujuan penerapan abjad dapat berjalan secara maksimal, sekolah perlu membuat kurikulum terpadu di semua tingkatan kelas. Sebab, setiap penerima didik memiliki hak yang sama untuk menerima materi mengenai pengembangan karakter. Oleh karena itu, meskipun pendidikan abjad perlu diperkenalkan semenjak dini, namun bukan berarti tidak berlaku bagi penerima didik yang sudah dewasa. Dan, salah satu cara penerapannya ialah pemberlakuan kurikulum terpadu dengan semua mata pelajaran.
e. Pengalaman Pembelajaran
Pendidikan abjad bekerjsama lebih menitik beratkan pada pengalaman daripada sekedar pemahaman. Oleh karena itu, melibatkan penerima didik dalam banyak sekali acara positif dapat membantunya mengenal dan mempelajari kenyataan yang dihadapi
Pelayanan yang baik oleh seorang guru berupa kerja sama, pendampingan, dan pengarahan optimal, yang merupakan komponen yang perlu diberlakukan secara nyata. Sebab, hal itu akan menawarkan kesan positif bagi penerima didik dan mensugesti cara berpikirnya sekaligus karakternya
f. Evaluasi
Guru perlu melaksanakan evaluasi sejauh mana keberhasilan pendidikan abjad yang sudah diterapkan .evaluasi dilakukan tidak dalam ragka menerima nilai, melainkan mengetahui sejauh mana penerima didik mengalami perilaku di bandingkan sebelumnya.
Dalam hal ini, guru harus mengapresiasi setiap acara kebaikan yang dilakukan penerima didik, kemudian memberinya penjelasan mengenai akhir acara tersebut dalam pengembangan karakternya.
g. Bantuan Orang Tua
Untuk mendukung keberhasilan, pihak sekolah hendaknya meminta orangtua penerima didik untuk ikut terlibat menawarkan pengajaran abjad ketika penerima didik berada di rumah. Bahkan, sekolah perlu menawarkan gambaran umum perihal prinsip-prinsip yang diterapkan disekolah dan dirumah, mirip aspek kejujuran, dan lain sebagainya.
Tanpa melibatkan peran orangtua di rumah, berarti sekolah akan tetap kesulitan menerapkan pendidikan abjad terhadap penerima didik. Sebab, interaksinya justru lebih banyak di habiskan dirumah bersama keluarga.
h. Pengembangan Staf
Perlu disediakan waktu pelatihan dan pengembangan bagi para staf di sekolah sehingga mereka dapat membuat dan melaksanakan pendidikan abjad secara berkelanjutan. Hal itu termasuk waktu untuk diskusi dan pemahaman dari proses dan program, serta demi menciptakan pelajaran dan kurikulum selanjutnya. Perlu di ingat bahwa semua pihak disekolah merupakan sarana yng perlu dimanfaatkan untuk membantu menjalankan pendidikan karakter
i. Program
Program kependidikan abjad harus dipertahankan dan diperbaharui melalui pelaksanaan dengan perhatian khusus pada tingkat komitmen yang tinggi dari atas, dana yang memadai, dukungan untuk koordinasi distrik staf yang berkualitas tinggi, pengembangan profesional berkelanjutan dan jaringan, serta dukungan system bagi guru yang melaksanakan acara tersebut
E. Penerapan dan Pengembangan Pendidikan karakter
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan abjad ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa nilai abjad dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada penerima didik. Yakni rasa cinta kepada Tuhan Yang Maha Esa dan ciptaany-Nya, tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, bisa bekerjasama, percaya diri, kreatif,mau bekerja keras, pantang menyerah, adil, serta memiliki sikap kepemimpinan, baik, rendah hati, toleransi, cinta tenang dan cinta persatuan. Dengan ungkapan lain dalam upaya menerapkan pendidikan abjad guru harus berusaha menumbuhkan nilai-nilai tersebut melalui spirit keteladanan yang nyata, bukan sekedar pengajaran dan wacana.
Beberapa pendapat lain menyatakan bahwa nilai-nilai abjad dasar yang harus diajarkan kepada penerima didik semenjak dini ialah sifat dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil dan punya integritas.
Oleh karena itu, dalam penyelenggaraan pendidikan abjad di sekolah hendaknya berpijak pada nilai-nilai abjad tersebut, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau tinggi (yang bersifat tidak absolute atau relative), yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Pembentukan abjad dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu bisa bertindak sesuai dengan pengetahuaanya., kalau tidak terlatih(menjadi kebiasaan) untuk melaksanakan kebaikan tersebut, abjad juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasan diri.[11] Dengan demikian diharapkan tiga komponen yang baik (component og good character) yaitu moral knowing (pengetahuan perihal moral), moral feeling atau perasaan (penguatan emosi) perihal moral, dan moral action, atau perbuatan bermoral. Hal ini diharapkan biar penerima didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam system pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan (mengerjakan) nilai-nilai kebajikan.
Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif ialah kesadaran moral ( moral awareness), pengetahuan perihal nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), kebijaksanaan moral ( moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri ( self knowledge). Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi penerima didik untuk menjadi insan berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh penerima didik, yaitu kesadaran akan jati diri ( Conscience), percaya diri (self asteem), kepekaan terhadap derita orang lain (empathy), kerendahan hati (humility), cinta kebenaran (Loving the good), pengendalian diri (self control).Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen abjad lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act Morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari abjad yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pengembangan abjad dalam suatu system pendidikan ialah keterkaitan antara komponen-komponen abjad yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindakn secara bertahap dan saling bekerjasama antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan YME, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan Negara serta dunia internasional.
F. Upaya Pendidikan Karakter dalam Mencapai Tujuan Pembelajaran
Indonesia memerlukan sumberdaya insan dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumberdaya insan tersebut, pendidikan memiliki peran yang sangat penting. Hal ini sesuai dengan UU No 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk abjad serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik biar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Berdasarkan fungsi dan tujuan pendidikan nasional, terperinci bahwa pendidikan di setiap jenjang, Sekolah harus diselenggarakan secara sistematis guna mencapai tujuan tersebut. Hal tersebut berkaitan dengan pembentukan abjad penerima didik sehingga bisa bersaing, beretika, bermoral, sopan santun dan berinteraksi dengan masyarakat. Berdasarkan penelitian, ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill. Hal ini mengisyaratkan bahwa mutu pendidikan abjad penerima didik sangat penting untuk ditingkatkan.
Pendidikan abjad saaat ini merupakan topic yang banyak di bicarakan di kalangan pendidik. Pendidikan abjad diyakini sebagai aspek penting dalam peningkatan sumber daya insan (SDM), karena turut memajukan suatu bangasa . abjad masyarakat yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina semenjak usia dini, karena usia dini merupakan masa “emas” namun kritis bagi pembentukan abjad seseorang. Implementasi pendidikan karakter dirasa sangat urgen dilaksanakan dalam rangka membina generasi muda penerus bangsa.
Pendidikan abjad ialah suatu sistem penanaman nilai-nilai abjad kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan abjad dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan abjad di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan acara atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan. Di samping itu, pendidikan abjad dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa pendidikan abjad ialah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang bisa mensugesti abjad penerima didik. Guru membantu membentuk watak penerima didik. Hal ini mencakup keteladanan bagaimana perilaku guru, cara guru berbicara atau memberikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan banyak sekali hal terkait lainnya. Menurut T. Ramli (2003), pendidikan abjad memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak. Tujuannya ialah membentuk pribadi anak, supaya menjadi insan yang baik, warga masyarakat, dan warga negara yang baik. Adapun kriteria insan yang baik, warga masyarakat yang baik, dan warga negara yang baik bagi suatu masyarakat atau bangsa, secara umum ialah nilai-nilai sosial tertentu, yang banyak dipengaruhi oleh budaya masyarakat dan bangsanya. Oleh karena itu, hakikat dari pendidikan abjad dalam konteks pendidikan di Indonesia ialah pedidikan nilai, yakni pendidikan nilai-nilai luhur yang bersumber dari budaya bangsa Indonesia sendiri, dalam rangka membina kepribadian generasi muda.
Pendidikan abjad berpijak dari abjad dasar manusia, yang bersumber dari nilai moral universal (bersifat absolut) yang bersumber dari agama yang juga disebut sebagai the golden rule. Pendidikan abjad dapat memiliki tujuan yang pasti, apabila berpijak dari nilai-nilai abjad dasar tersebut.
Menurut para hebat psikolog, beberapa nilai abjad dasar tersebut adalah: cinta kepada Tuhan dan ciptaan-Nya (alam dengan isinya), tanggung jawab, jujur, hormat dan santun, kasih sayang, peduli, dan kerjasama, percaya diri, kreatif, kerja keras, dan pantang menyerah, keadilan dan kepemimpinan; baik dan rendah hati, toleransi, cinta damai, dan cinta persatuan. Pendapat lain mengatakan bahwa abjad dasar insan terdiri dari: dapat dipercaya, rasa hormat dan perhatian, peduli, jujur, tanggung jawab; kewarganegaraan, ketulusan, berani, tekun, disiplin, visioner, adil, dan punya integritas. Penyelenggaraan pendidikan abjad di sekolah harus berpijak kepada nilai-nilai abjad dasar, yang selanjutnya dikembangkan menjadi nilai-nilai yang lebih banyak atau lebih tinggi (yang bersifat tidak sewenang-wenang atau bersifat relatif) sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan lingkungan sekolah itu sendiri.
Dewasa ini banyak pihak menuntut peningkatan intensitas dan kualitas pelaksanaan pendidikan abjad pada lembaga pendidikan formal. Tuntutan tersebut didasarkan pada fenomena sosial yang berkembang, yakni meningkatnya kenakalan remaja dalam masyarakat, mirip perkelahian massal dan banyak sekali kasus dekadensi moral lainnya. Bahkan di kota-kota besar tertentu, gejala tersebut telah hingga pada taraf yang sangat meresahkan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal sebagai wadah resmi pembinaan generasi muda diharapkan dapat meningkatkan peranannya dalam pembentukan kepribadian penerima didik melalui peningkatan intensitas dan kualitas pendidikan karakter.
Para pakar pendidikan pada umumnya sependapat perihal pentingnya upaya peningkatan pendidikan abjad pada jalur pendidikan formal. Namun demikian, ada perbedaan-perbedaan pendapat di antara mereka perihal pendekatan dan modus pendidikannya. Berhubungan dengan pendekatan, sebagian pakar menyarankan penggunaan pendekatan-pendekatan pendidikan moral yang dikembangkan di negara-negara barat, seperti: pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, dan pendekatan klarifikasi nilai. Sebagian yang lain menyarankan penggunaan pendekatan tradisional, yakni melalui penanaman nilai-nilai sosial tertentu dalam diri penerima didik.
Pendidikan abjad ialah pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekeri, yang hasilnya terlihat dalam tindakan positif seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati hak orang lain, kerja keras dan sebagainya.
Terdapat empat jenis pendidikan abjad yang selama ini dilaksanakan dalam proses pendidikan:
· Pendidikan abjad berbasis nilai religius, yang merupakan kebenaran wahyu Tuhan (konservasi moral);
· Pendidikan abjad berbasis nilai budaya , antara lain yang berupa budi pekerti, Pancasila, apresiasi sastra, keteladanan tokoh-tokoh sejarah dan para pemimpin bangsa (konservasi lingkungan);
· Pendidikan abjad berbasis lingkungan (konservasi lingkungan);
· Pendidikan abjad berbasis potensi diri, yaitu sikap pribadi, hasil proses kesadaran pemberdayaan potensi diri yang diarahkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan (konservasi humanis).
Relevan dengan konsep diatas pendidikan merupakan suatu proses humanisasi, artinya dengan pendidikan insan akan lebih bermartabat, berkarakter, terampil, yang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tataran sistem sosial sehingga akan lebih baik, aman dan nyaman. Pendidikan juga akan mengakibatkan insan cerdas, pintar, kreatif, inovatif, berdikari dan bertanggung jawab.
Pendidikan nilai diharapkan merupakan suatu hal yang dapat mengimbangi tradisi pembelajaran yang selama ini lebih menitikberatkan pada penguasaan kompetensi intelektual/kognitif semata.Pendidikan nilai ialah upaya untuk membina, membiasakan, mengembangkan dan membentuk sikap serta memperteguh watak untuk membentuk insan yang berkarakter.
Munculnya gagasan acara pendidikan abjad di Indonesia, bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan belum berhasil membangun insan Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan lembaga pendidikan (Indonesia) termasuk sarjana yang pandai dan mahir dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi tidak memiliki mental yang kuat, bahkan mereka cenderung amoral.
Bahkan cukup umur ini juga banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari mengajar perihal kebaikan, tetapi perilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang diajarkannya. Sejak kecil, bawah umur diajarkan meghafal perihal bagusnya sifat jujur, berani, kerja keras, kebersihan dan jahatnya kecurangan. Tapi, nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan di atas kertas dan di hafal sebagai materi ujian.
Pendidikan abjad bukanlah suatu proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan abjad memerlukan adaptasi untuk berbuat baik; adaptasi untuk berlaku jujur, ksatria, aib berbuat curang, aib bersikap malas, aib membiarkan lingkungannya kotor. Karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional biar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.
Disinilah bisa kita pahami, mengapa ada kesenjangan antara praktik pendidikan denga abjad penerima didik. Bisa dikatakan, dunia pendidikan di Indonesia kini sedang memasuki masa-masa yang sangat pelik. Kucuran anggaran pendidikan yang sangat besar disertai banyak sekali acara terobosan sepertinya belum bisa memecahkan soal mendasar dalam dunia pendidikan, yakni bagaimana mencetak alumni pendidikan yang unggul,yang beriman, bertakwa, profesional, sebagaiman disebutkan dalam tujuan pendidikan nasional.[12]
Maka tidaklah heran, kalau banyak ilmuwan yang percaya, bahwa abjad suatu bangsa akan sangat terkait dengan prestasi yang diraih oleh bangsa itu dalam banyak sekali kehidupan. Pendidikan abjad pada intinya bertujuan membentuk bangsa yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, berorientasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi yang semuanya dijiwai oleh iktikad dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan pancasila.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan abjad ialah suatu sistem penanaman nilai-nilai abjad kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Pendidikan abjad dapat dimaknai sebagai “the deliberate use of all dimensions of school life to foster optimal character development”. Dalam pendidikan abjad di sekolah, semua komponen (pemangku pendidikan) harus dilibatkan, termasuk komponen-komponen pendidikan itu sendiri, yaitu isi kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, penanganan atau pengelolaan mata pelajaran, pengelolaan sekolah, pelaksanaan acara atau kegiatan ko-kurikuler, pemberdayaan sarana prasarana, pembiayaan, dan ethos kerja seluruh warga sekolah/lingkungan.
Di samping itu, pendidikan abjad dimaknai sebagai suatu perilaku warga sekolah yang dalam menyelenggarakan pendidikan harus berkarakter. Pendidikan abjad ialah sebuah system yang menanamkan nilai-nilai abjad pada penerima didik, yang mengandung komponen pengetahuan, kesadaran individu, tekad, srta adanya kemauan dan tindakan untuk melaksanakan nlai-nilai, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama manusia, linkungan, maupun bangsa, sehingga akan terwujud insane kamil.
Pendidikan abjad menurut pemerintah yakni; Membentuk Manusia Indonesia yang Bermoral,Membentuk Manusia Indonesi yang Cerdas dan Rasional,Membentuk Manusia Indonesia yang Inovatif dan Suka Bekerja Keras, Membentuk Manusia Indonesia yang optimis dan Percaya Diri serta Membentuk Manusia Indonesia yang Berjiwa Patriot sedangkan menurut para hebat pendidikan abjad bertujuan membentuk masyarakat yang tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergorong royong, berjiwa patriotic, berkembang dinamis, serta berorientasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yang semuanya dijiwai oleh iktikad dan takwa kepada Tuhan yang Maha Esa sekaligus berdasarkan Pancasila. Sedangkan funsinya antara lain; Mengembanbangkan potensi dasar biar berhati baik, berpikiran baik, dan beperilaku baik, Memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multicultural, dan Meningkatkan peradaban bangsa yang kompetitif.
Ciri-ciri dasr pendidikan dasar antara lain ; Keteraturan interior dimana setiap tindakan diukur berdasarkan herarki nilai,Koherensi yang member keberanian membuat seseorang teguh ada prinsip, dan tidak mudah terombang ambing pada situasi gres atau takut resiko, Otonomi, dan Keteguhan dan kesetiaan.
Prinsip Pendidikan Karakter antara lain; Pendidikan abjad disekolah harus dilaksanakan secara berkelanjutan (kontinuitas), Pendidikan abjad hendaknya dikembangkan melalui semua mata pelajaran terintegrasi, melalui pengembangan diri, dan budaya suatu satuan pendidikan, Sejatinya nilai-nilai abjad tidak diajarkan (dalam bentuk pengetahuan), kalau hal tersebut diintegrasikan dalam mata pelajaran, dan Proses pendidikan dilakukan penerima didik dengan secara aktif (active learning) dan menyenangkan (enjoy full learning).
Pijakan utama yang harus dijadikan sebagai landasan dalam menerapkan pendidikan abjad ialah nilai moral universal yang dapat digali dari agama. Meskipun demikian, ada beberapa nilai abjad dasar yang disepakati oleh para pakar untuk diajarkan kepada penerima didik. Komponen pendukung dalam pendidikan abjad meliputi; partispasi masyarakat, kebijakan pendidikan, kesepakatan, kurikulum terpadu, pengalaman pembelajaran, evaluasi, perlindungan orangtua, pengembangan staf dan program.
B. Saran
Dengan banyak sekali uraian di atas, tentunya tidak lepas dari banyak sekali kekurangan baik dari segi isi materi, teknik penulisan dan sebagainya, untuk itu sangat diharapkan saran maupun kritikan yang membangun dalam perbaikan makalah selanjutnya. Baik dari dosen pembimbing maupun rekan-rekan mahasiswa.
DAFTAR PUSTAKA
Amin Ahmad, Etika (Ilmu akhlak), Jakarta: Bulan Bintang, 1995
Degeng, S Nyoman, Taksonomi Variabel , Jakarta : Depdikbud, 1989.
Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam ,Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Pembinaan Pendidikan Karakter di Sekolah Menengah Pertama . Jakarta: Kemendiknas 2010.
Gunanjar Ari Agustian, Rahasia Membangkitkan emosional Spiritual Quetiont Power, Jakarta : Arga,2006.
Hasan, S. Hamid, Pendekatan Multikultural untuk Penyempurnaan Kurikulum, Bandung: Remaja Rosdakarya , 2000.
Heri Gunawan, Pendidikan Karakter, (Konsep dan Implementasi), Bandung : Alfabeta, 2012.
Joni, T. Raka, Pembelajaran Terpadu. Jakarta: Dirjen Dikti Bagian Proyek PPGSD, . 1996.
Majid Abdul, Pendidikan abjad dalam perspektif Islam, Bandung : Remaja Rosdakarya, 2010.
Munir Abdullah, Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Pedagogia, 2010.
Mulyana, Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003
N. Sudirman, Ilmu pendidikan, Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992.
Nurhadi, Burhan Yasin, Agus Genad Senduk, Pendekatan Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK, Malang:Universitas Negeri Malang, 2004.
Tafsir Ahmad, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004
Trianto, Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2009.
Virsya Norla, Panduan Menerapkan Pendidikan abjad Di sekolah, Jakarta:Laksana, 2011.
Waridjan. Tes Hasil Belajar Gaya Objektif. Semarang: IKIP Semarang Press, 1991.
[1] Departemen Agama, Kendali Mutu,Pendidikan Agama Islam (Jakarta : Dirjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,2001), h. 10
[2] Sudirman N, Ilmu pendidikan, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1992) h. 4
[3] Sudirman N, Ilmu pendidikan,, h. 4
[4] Abdullah Munir, Pendidikan Karakter, (Yoggyakarta: Pedagogia, 2010) h. 4
[5] Pendidikan abjad ialah upaya yang disengaja untuk membantu memahami manusia, peduli dan inti atas nilai-nilai etis/susila. Dimana kita berpikir perihal macam-macam abjad yang kita inginkam untuk anak kiat, ini terperinci bahwa kita ingin mereka bisa untuk menilai apa itu kebenaran, sangat peduli perihal apa itu kebenaran/hak-hak, dan kemudian melaksanakan apa yang mereka percaya menjadi yang sebenarnya, bahkan dalam menghadapi tekanan dari tanpa dan dalam godaan
[6] Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, (Bandung: Alfabeta, 2012) h.36
[7] Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, h.37
[8] Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, h.37
[9]Abdul Majid, Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010) h.27
[10] Heri Gunawan, Pendidkan Karakter, h.38
[11]Ari Gunanjar Agustian, Rahasia Membangkitkan emosional Spiritual Quetiont Power, (Jakarta : Arga,2006) h.86
[12] Pendidikan nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi penerima didik biar menjadi insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Komentar
Posting Komentar